RUU Minerba: Taruhkan Keseimbangan Alam dan Kesejahteraan Rakyat

0

Foto: Pexels.com

GEMAGAZINE – Revisi Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu bara (RUU Minerba) telah disahkan oleh DPR RI sebagai Undang-Undang Usulan DPR RI. Revisi ini merupakan perubahan keempat atas Undang-Undang No. 4 Tahun 2009.

Ditetapkannya RUU ini menuai polemik dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk oleh sebagian partai di kursi parlemen yang turut memberikan catatan. Hal ini disebabkan oleh beberapa perubahan kebijakan yang dianggap tak relevan, seperti perluasan izin pertambangan kepada lembaga yang tak berkepentingan. 

Di sisi lain, RUU Minerba dianggap sebagai salah satu langkah cepat untuk mengembangkan hilirisasi pertambangan di Indonesia. Selain itu, rancangan perubahan ini juga dinilai sejalan dengan visi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. 

“Perjalanannya masih panjang, tetapi substansi RUU ini penting untuk mendukung percepatan hilirisasi sektor pertambangan,” ujar Bob Hasan, Ketua Badan Legislasi DPR RI, dilansir Gemagazine dari DPR RI pada Jumat, (31/01/2025).

Ancaman Eksploitasi dan Kerusakan Ruang Hidup

Revisi UU Minerba didasarkan atas 3 aspek utama, yakni aspek fisolofis, sosiologis, dan yuridis. Hal tersebut diungkapkan oleh Edison Sitorus, Anggota Badan Legislasi DPR RI. 

Aspek filosofis yang dimaksud tercantum dalam Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945. Di dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. 

Pasal tersebut menegaskan bahwa negara berhak menguasai aset-aset sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat. Namun, pada realisasinya, pemanfaatan tambang semakin diperluas. Tak hanya sektor pemerintah, organisasi masyarakat hingga lembaga pendidikan tinggi juga turut terlibat. 

Hal ini sesuai dengan empat poin baru yang tertuang dalam Revisi UU Minerba. Di antaranya yakni, Percepatan Hilirisasi Mineral dan Batubara, Aturan Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk Ormas Keagamaan, Pemberian IUP kepada Perguruan Tinggi, dan Pemberian IUP untuk UMKM.

Izin yang diperlebar ini dapat memicu potensi kerusakan lingkungan alam dan ruang hidup di masyarakat. Jumlah pertambangan di Indonesia yang semakin masif dapat menyebabkan tercemarnya udara dan kriminalisasi terhadap masyarakat sekitar, khususnya masyarakat adat. 

Total perubahan penggunaan lahan akibat aktivitas pertambangan diperkirakan akan menghasilkan emisi lebih dari 776 ton CO2-e. Selain itu, data kasus kriminalisasi pada tahun 2021 menunjukkan sektor pertambangan menyumbang angka tertinggi sebesar 52%, dilansir Gemagazine dari Organisasi Lingkungan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) pada Jumat, (31/01/2025). 

Pemberantasan Tambang Ilegal Melalui Perluasan Izin Tambang

Selain menekankan perihal keuntungan aspek filosofis yang ternyata bertentangan dengan praktiknya, Edison Sitorus turut mengungkapkan bahwa RUU Minerba membawa hal baik dari segi sosiologis dan yuridis. 

“Dari aspek sosiologis, fakta di lapangan menunjukkan banyaknya masyarakat yang melakukan penambangan ilegal dengan cara-cara tidak terarah, yang merugikan lingkungan dan tata ruang. Sedangkan dari aspek yuridis, revisi ini diperlukan untuk menyesuaikan konsekuensi dari judicial review Mahkamah Konstitusi,” jelas Edison Sitorus. 

Edison Sitorus menegaskan bahwa perluasan izin tambang ditujukan untuk menghindari tambang ilegal di Indonesia. Namun, kebijakan ini justru menjadi keliru. Sebab untuk mengatasi masalah ini pemerintah seharusnya menitikberatkan fokus untuk memberantas tambang ilegal yang tersebar, bukan memperluas wilayah tambang. 

Kementerian ESDM per tahun 2021 merilis data Pertambangan Tanpa Izin (PETI) yang tersebar di Indonesia. Menurut data tersebut, terdapat lebih dari 2.700 lokasi PETI yang tersebar di Indonesia. Data ini menunjukkan bahwa masih banyak tambang ilegal yang perlu dibersihkan sebelum memperluas izin tambang. 

Kemudian, Edison Sitorus turut menanggapi kritik dari WALHI. Ia menjelaskan aspek lingkungan akan tetap menjadi prioritas pemerintah. Selain itu, perluasan izin pertambangan juga diperuntukkan demi keseimbangan eksploitasi sumber daya alam dan kesejahteraan rakyat. 

Perguruan Tinggi dan Ormas Sebagai Uji Coba Pertambangan

Selain eksploitasi, poin perubahan yang menjadi sorotan publik adalah pemberian izin tambang kepada lembaga akademik, khususnya Perguruan tinggi. Hal ini tentu menimbulkan tanda tanya bagi masyarakat. 

Kampus merupakan lembaga pendidikan yang diperuntukkan untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul dan maju melalui proses pembelajaran di dalamnya. Pemberian izin tambang terhadap kampus dinilai tidak memiliki urgensi yang cukup penting untuk dibahas. 

Padahal, pada Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi disebutkan bahwa kewajiban perguruan tinggi mengacu pada Tridharma Perguruan Tinggi. Tridharma adalah kewajiban Perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Keresahan tersebut turut diungkapkan oleh Muh. Haris, Anggota Komisi XII DPR RI Fraksi PKS. Muh. Haris menilai bahwa terobosan ini perlu dikaji lebih dalam lagi. 

“Perguruan tinggi dan ormas keagamaan yang diberi kesempatan mengelola tambang harus memastikan keberadaannya memberikan dampak jelas, baik dari sisi ekonomi, pendidikan, maupun pemberdayaan masyarakat di sekitarnya,” ujar Haris, dilansir Gemagazine dari Fraksi PKS pada Minggu, (02/02/2025).

Muh. Haris menegaskan agar organisasi masyarakat tidak hanya memanfaatkan keuntungan atas izin tambang sebagai sumber pendanaan operasional saja. Organisasi masyarakat diharapkan dapat memberikan dampak sosial dengan mengelola dana pertambangan untuk pemberdayaan masyarakat. 

Selain organisasi masyarakat, perwakilan Fraksi PKS tersebut juga memberikan catatan terhadap perguruan tinggi dalam mengelola tambang. Ia menjelaskan, pengelolaan tambang harus diperuntukkan sebagai inovasi pembelajaran, dan tidak mengesampingkan Tridharma Perguruan Tinggi. 

(izni/rn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *