Generasi Muda di Tengah Krisis Ketenagakerjaan

0

Foto: Antarafoto

GEMAGAZINETingkat pengangguran di Indonesia, khususnya generasi muda, menjadi tantangan besar di sektor ketenagakerjaan. Pada Agustus 2021, tingkat pengangguran terbuka mencapai 7,07% atau sekitar 9,78 juta orang dengan mayoritas penganggur berasal dari kelompok usia muda.

Meskipun ekonomi tumbuh stabil di kisaran 5%, penciptaan lapangan kerja tidak sejalan. Hal ini dipengaruhi oleh perubahan teknologi, peningkatan populasi usia kerja, dan regulasi pasar tenaga kerja yang ketat. Penyempitan lapangan pekerjaan bagi generasi muda adalah fenomena ketika jumlah peluang kerja yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah angkatan kerja muda yang terus bertambah.

Istilah ini mencerminkan situasi di mana pasar kerja tidak mampu menyerap tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan, baik karena pertumbuhan ekonomi yang tidak merata, keterbatasan investasi di sektor tertentu, atau dampak perubahan teknologi yang menggantikan banyak pekerjaan manual dengan otomatisasi. Fenomena ini juga sering diiringi dengan ketidaksesuaian antara keterampilan tenaga kerja muda dan permintaan pasar sehingga memperburuk tingkat pengangguran di kelompok usia produktif.

Penyebab Terjadinya Penyempitan Lapangan Pekerjaan bagi Generasi Muda

Penyempitan lapangan kerja bagi generasi muda disebabkan oleh berbagai faktor. Pertama adalah perubahan teknologi, seperti automasi dan digitalisasi yang mengurangi kebutuhan tenaga kerja manual di sektor manufaktur dan jasa. Di sisi lain, generasi muda sering kali belum memiliki keterampilan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan industri.

Kemudian, pertumbuhan populasi usia kerja yang pesat menciptakan kompetisi ketat di pasar tenaga kerja, tetapi kapasitas penciptaan lapangan kerja di Indonesia belum mampu mengimbangkan. Selanjutnya, regulasi ketenagakerjaan yang kaku mengurangi fleksibilitas pasar tenaga kerja sehingga perusahaan enggan menciptakan lapangan kerja baru bagi generasi muda.

Terakhir, kualitas pendidikan yang rendah, terutama dalam pendidikan kejuruan, menjadi salah satu penyebab utama banyak lulusan tidak siap memenuhi tuntutan dunia kerja. Selain itu, dominasi sektor informal yang tidak memberikan jaminan pekerjaan atau penghasilan tetap turut mempersempit peluang kerja berkualitas bagi generasi muda.

Dampak Penyempitan Lapangan Pekerjaan bagi Generasi Muda

Penyempitan lapangan pekerjaan memberikan sejumlah dampak signifikan bagi generasi muda. Pertama, meningkatnya pengangguran menjadi masalah utama. Pada tahun 2023, sekitar 9,9 juta generasi muda usia produktif (20-24 tahun) tercatat menganggur akibat keterbatasan jumlah pekerjaan yang tersedia dan ketidaksesuaian keterampilan dengan kebutuhan pasar.

Kedua, kesenjangan wilayah semakin melebar, karena lapangan pekerjaan yang terkonsentrasi di perkotaan membuat masyarakat pedesaan sulit mengakses peluang kerja, yang memicu urbanisasi dan memperparah ketimpangan sosial.

Ketiga, pilihan sektor ekonomi yang minim, seperti menurunnya minat pada sektor agraris akibat sulitnya akses lahan dan penghasilan yang tidak stabil, serta sektor manufaktur dan jasa yang belum optimal menyerap tenaga kerja akibat kendala infrastruktur dan regulasi.

Keempat, ketidaksesuaian antara pendidikan formal dengan kebutuhan industri menyebabkan banyak lulusan bekerja di bidang yang tidak relevan. Akhirnya, meskipun banyak generasi muda tertarik pada wirausaha, kurangnya dukungan modal dan pelatihan membuat banyak usaha kecil sulit berkembang sehingga gagal menciptakan lapangan kerja baru. Dilansir GEMAGAZINE dari Jurnal Ekonomi dan keuangan syariah, Rabu (11/12/2024).

Tips dan Solusi Mengatasi Penyempitan Lapangan Pekerjaan bagi Generasi Muda 

Untuk mengatasi masalah ini, ada beberapa langkah strategis yang bisa diambil. Pertama, optimalisasi sektor agraris melalui akses lahan yang lebih luas, subsidi, stabilisasi harga, dan pengembangan koperasi komunitas. Kedua, reformasi sistem pendidikan dengan kurikulum berbasis kompetensi, integrasi pendidikan dengan industri, serta peningkatan soft skill dan literasi teknologi.

Ketiga, dukungan untuk kewirausahaan melalui akses modal, pelatihan, pendampingan usaha, dan penyederhanaan regulasi bisnis. Keempat, penyebaran lapangan kerja yang merata melalui pembangunan infrastruktur daerah dan desentralisasi ekonomi. Kelima, inovasi di sektor digital dengan mendukung startup teknologi dan pelatihan di bidang digitalisasi.

Keenam, kebijakan tenaga kerja yang inklusif, seperti regulasi yang fleksibel dan mendukung kerja jarak jauh. Ketujuh, penurunan suku bunga untuk mendorong investasi, serta kedelapan, peningkatan kerjasama pemerintah dan swasta melalui proyek investasi publik-swasta dan insentif untuk sektor padat karya.

Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan generasi muda dapat memperoleh lebih banyak peluang kerja yang layak dan berkontribusi pada pembangunan ekonomi secara menyeluruh.

Penyempitan lapangan kerja bagi generasi muda, yang berarti berkurangnya peluang kerja dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja muda yang terus bertambah, menjadi tantangan serius di sektor ketenagakerjaan Indonesia.

Faktor-faktor seperti perubahan teknologi, pertumbuhan populasi usia kerja, dan regulasi yang kaku memperburuk situasi ini. Dampaknya meliputi peningkatan pengangguran, ketidaksesuaian keterampilan dengan kebutuhan pasar, dan ketimpangan ekonomi. Oleh karena itu, solusi seperti reformasi pendidikan, pengembangan kewirausahaan, pembangunan infrastruktur daerah, dan kerja sama pemerintah-swasta menjadi kunci untuk menciptakan lapangan kerja yang lebih luas dan berkelanjutan.

(sna/pk)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *