Foto: Freepik.com

GEMAGAZINE – Lima calon pimpinan dan Dewan Pengawas KPK telah disetujui DPR RI dalam Rapat Paripurna ke-9 Tahun Sidang 2024-2029 pada Kamis (5/12/2024). Namun, pemilihan calon pimpinan dan Dewan Pengawas KPK menuai polemik karena beberapa nama di antaranya berasal dari aparat penegak hukum. 

“Ada dari kejaksaan, ada dari hakim, lalu ada dari polisi, ada auditor. Jadi seperti insyaallah ke depannya ini saling melengkapi, nanti akan bisa bekerja secara profesional dan amanah,” ucap Puan Maharani, Ketua DPR RI. Dilaporkan Gemagazine dari DPR RI pada Sabtu (7/12/2024). 

Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK akan menentukan arah kebijakan dalam memberantas korupsi. Namun, terpilihnya calon-calon yang berasal dari aparat penegak hukum menimbulkan kekhawatiran akan potensi berkurangnya independensi KPK serta kemungkinan terjadinya intervensi dari beberapa pihak. 

Campur Tangan Politik Hingga Penghapusan OTT

Komisi III DPR RI secara resmi telah menyepakati lima calon pimpinan KPK. Di antaranya, yaitu Setyo Budiyanto sebagai Ketua, Johanis Tanak sebagai Wakil Ketua, Fitroh Rohcahyanto sebagai Wakil Ketua, Agus Joko Pramono sebagai Wakil Ketua, dan Ibnu Basuki Widodo sebagai Wakil Ketua.

Selain calon pimpinan KPK, Komisi III DPR RI juga menyetujui lima nama rekomendasi calon Dewan Pengawas KPK. Kelima calon tersebut, yaitu Benny Jozua Mamoto, Chisca Mirawati, Wisnu Baroto, Gusrizal, dan Sumpeno.

Beberapa nama di atas dianggap tidak kompeten sebagai Pimpinan KPK. Salah satunya adalah Setyo Budiyanto yang merupakan perwira tinggi Polri. Usai Setyo Budiyanto terpilih sebagai ketua, banyak masyarakat yang mempertanyakan posisinya sebagai Ketua KPK yang baru dengan jabatannya di Kepolisian. 

Kepolisian RI merupakan aparat penegak hukum yang wajib menjunjung tinggi netralitas dan profesionalitas dalam bekerja. Hal ini sesuai dengan aturan tertuang dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya Pasal 28.

Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa Kepolisian RI dilarang melibatkan diri dalam pelaksanaan politik praktis. Hal ini berhubungan dengan kekuasaan Setyo Budiyanto sebagai Ketua KPK. Setyo dapat menimbulkan kecenderungan untuk menaruh keberpihakan terhadap beberapa lembaga, termasuk Kepolisian RI maupun pejabat publik. 

Kekuasaan yang diembannya menjadi incaran dari berbagai pihak untuk menyelundupkan kepentingan-kepentingan politik dalam tubuh KPK. Apalagi dengan latar belakangnya sebagai salah satu pejabat tinggi Kepolisian RI. Hal tersebut tentu memengaruhi tingkat objektivitas dalam penanganan kasus korupsi di Indonesia.

Kekhawatiran masyarakat terhadap rendahnya kompetensi Setyo juga didukung dengan pernyataannya dalam proses uji kelayakan calon pimpinan KPK. Setyo mengungkapkan Operasi Tangkap Tangan (OTT) Pada KPK perlu dibatasi dan dilakukan dengan frekuensi yang lebih sedikit. Tak hanya Setyo, Johanis Tanak sebagai Wakil Ketua KPK bahkan menilai OTT sudah tidak diperlukan lagi. Dilaporkan Gemagazine dari Indonesia Corruption Watch pada Sabtu (7/12/2024). 

Operasi Tangkap Tangan merupakan hal penting dalam proses pemberantasan korupsi di KPK. Melalui Operasi Tangkap Tangan, para koruptor akan mudah merasa jera atas tindak kejahatan yang telah dilakukan. Jika OTT dihapuskan atau frekuensinya dikurangi, dikhawatirkan langkah tersebut dapat menghambat upaya pemberantasan korupsi dan menimbulkan tuduhan bahwa tindakan tersebut justru melindungi pelaku korupsi dari jeratan hukum.

Selain Setyo, beberapa pimpinan KPK terpilih juga merupakan pensiunan dan aparat penegak hukum aktif. Beberapa di antaranya, seperti Fitroh Rohcahyanto yang merupakan jaksa senior, dan Ibnu Basuki Widodo yang sebelumnya menjabat sebagai hakim di Pengadilan Tinggi. 

Pernyataan Kontroversi Calon Pimpinan KPK Terkait Revisi UU KPK

Bukan hanya keterlibatan beberapa pihak dan melemahnya prosedur pemberantasan korupsi, kompetensi beberapa kandidat juga masih perlu dipertanyakan. Salah satunya pemahaman mengenai dampak hasil revisi Undang-Undang KPK pada tahun 2019.

Revisi UU KPK pada saat itu menuai banyak pro dan kontra dari masyarakat. Hal ini disebabkan beberapa ketentuan di dalamnya yang dianggap dapat meningkatkan fungsi KPK sebagai lembaga yang bebas bergerak tanpa campur tangan pemerintah. KPK yang seharusnya bertindak sebagai lembaga independen, justru berbalik arah menjadi rumpun eksekutif dan menjadikannya berada di bawah kekuasaan pemerintah. 

Selain itu, terdapat juga beberapa poin kontroversial, seperti pembentukan dewan pengawas, dan kewenangan membuka surat pengungkapan penyidikan. Kemudian terkait intervensi Kejaksaan Agung dalam KPK, penanganan perkara, hingga larangan pencabutan penyelidik dan penyidikan independen. 

Namun, beberapa poin terlewatkan oleh para calon pimpinan KPK. Fitroh Rohcahyanto mengungkapkan, revisi Undang-Undang KPK pada tahun 2019 tidak berdampak buruk terhadap efektivitas kerja KPK. Selain Fitroh, hal senada juga diungkapkan oleh Ibnu Basuki Widodo. 

Ibnu menjelaskan, revisi Undang-Undang KPK pada tahun 2019 tidak menambah fungsi KPK dalam memberantas kasus korupsi. Ia bahkan mengungkap salah satu poin kontroversial dalam Undang-undang tersebut, yaitu terkait izin penyadapan terhadap dewan pengawas memang perlu dilakukan. 

Padahal, kewenangan Dewan Pengawas untuk memberikan izin penyadapan telah dibatalkan melalui putusan Konstitusi Mahkamah No. 70/PUU-XVII/2019 yang diputuskan sejak tahun 2021 lalu. 

Pimpinan dari Kepolisian Dianggap Dapat Mengembalikan Kepercayaan Publik

Meski menuai berbagai kontroversi, Komisi III DPR RI menilai calon pimpinan KPK telah melalui proses uji kelayakan dan kepatutan sesuai dengan prosedur. Proses uji kelayakan tersebut dilakukan secara transparan dan profesional. 

“Semua calon diuji berdasarkan pengetahuan, visi, misi, dan tekadnya dalam pemberantasan korupsi. Mereka yang terpilih adalah yang terbaik, bukan karena alasan subjektif atau pertimbangan lain,” ujar Rikwanto, Anggota Komisi III DPR RI. 

Rikwanto berharap, terpilihnya Setyo Budiyanto yang berasal dari perwira tinggi kepolisian dapat mencegah terjadinya kebocoran anggaran. Selain itu, ia juga berharap Setyo dapat meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap KPK. 

Komisi III DPR RI menilai, terpilihnya Setyo sebagai Ketua KPK sudah memenuhi standar demokrasi. Hal ini dibuktikan dengan voting terbanyak yang berhasil diraih oleh Setyo sejumlah 45 Suara pada November lalu. 

DPR RI juga menilai, pengalaman Setyo dapat memperkuat potensi pemberantasan korupsi di KPK. Setyo pernah menjabat sebagai Direktur Penyidikan KPK pada tahun 2020, Koordinator Pengawas Kedeputian Penindakan KPK pada tahun 2019, serta Koordinator Wilayah III KPK sekaligus Pelaksana Tugas Dirdik KPK. 

Oleh karena itu, melalui pengalaman Setyo dalam kelembagaan KPK, DPR RI yakin Setyo dapat berhasil menduduki jabatan sebagai Ketua KPK terpilih dengan amanah. Setyo juga dianggap kompeten karena pernah menangani beberapa kasus korupsi di Indonesia. 

Hal serupa juga diungkapkan oleh Ketua DPR RI, Puan Maharani. Ia berharap calon pimpinan KPK terpilih dapat memotivasi dan mengantisipasi korupsi. Puan juga menegaskan untuk tidak melibatkan politisasi dalam penegakan tindak pidana korupsi. 

Saat ini, mekanisme yang ada di DPR dalam proses pemilihan calon pimpinan KPK periode 2024-2029 sudah selesai. Selanjutnya, DPR akan menyampaikan surat kepada pemerintah pusat, yaitu Presiden untuk menetapkan calon pimpinan KPK terpilih. 

(daz/rn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *