Penolakan Perppu Ciptaker: Nasi Tumpeng untuk Pejabat

Foto: Tim Redaksi GEMA

Gemagazine – Langkah Suniarti bersama barisan massa dalam aksi tuntutan pencabutan Perppu Cipta Kerja, menarik perhatian awak media yang ada pada saat itu. Keberadaan “nasi tumpeng” yang dibawa oleh Suniarti sebagai Ketua Umum Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) menjadi hal yang cukup berbeda dari aksi pada umumnya. 

Nasi tumpeng tersebut ditujukan kepada para anggota DPR RI yang menjadi tujuan aksi massa. Dengan penuh semangat perjuangan, Suniarti mengawal nasi tumpeng tersebut bersama massa yang saat itu terdiri dari ragam elemen secara silih berganti di sepanjang jalan menuju Gedung DPR RI. 

Pada para awak media, Suniarti menuturkan bahwa nasi tumpeng yang ia bawa merupakan hadiah, namun juga bentuk kekecewaan. Menurutnya, DPR bersama Pemerintah seharusnya tahu bahwa alam harus dijaga. Nasi tumpeng yang ia bawa merupakan wujud peringatan bahwasanya rakyat membutuhkan hasil alam yang baik. 

“Disini ada ayam, nasi, kedelai, timun, dan berbagai sayuran organik,” tuturnya. 

Kesejahteraan Petani Direnggut Perppu Ciptaker

Bagi Suniarti, penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 (Perppu Ciptaker) sudah merenggut hak petani dan bertentangan dengan ekosistem alam. Dengan penetapan Perppu Ciptaker, alam tidak lagi dihormati dan dijaga sebagaimana petani menjaga padinya hingga menjadi beras. 

Suniarti sendiri sangat ingin memberikan nasi tumpeng tersebut pada anggota DPR secara langsung. 

“Nanti kami akan beri secara langsung sebagai hadiah sekaligus simbolis, sebagai simbol bahwa kami buruh dan teman-teman petani kecewa,” tambahnya. 

Namun, hingga akhir aksi tuntutan pencabutan Perppu Ciptaker ia tidak dapat menemui anggota DPR secara langsung. Sebagai alternatif, ia memberi nasi tumpeng tersebut kepada perwakilan elemen mahasiswa sebagai bentuk “estafet perjuangan”. 

Nasi Tumpeng Simbolis Keresahan Masyarakat

Punco, anggota Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia juga menilai bahwa nasi tumpeng ini merupakan simbol kemandirian rakyat Indonesia. 

Punco menganggap rakyat Indonesia merupakan rakyat yang paling mandiri di dunia. Tidak ada rakyat semandiri rakyat Indonesia. Dengan penuh optimis dan suara yang lantang pada awak media ia mengungkapkan bahwa di Indonesia rakyat dapat hidup memenuhi kemauan penguasa, bukan penguasa memenuhi kemauan rakyat. 

“Ini simbol bahwa kita (rakyat) sangat mandiri. Bukan kita yang membutuhkan pemerintah, tapi pemerintah yang membutuhkan kita,” ungkapnya. 

Pesan Punco begitu menggambarkan kondisi ini terjadi di semua sisi kehidupan. Entah dalam keringat petani, lelah buruh bahkan pemikiran mahasiswa yang mencari keadilan namun tidak mendapat respon dari kebijakan yang ada. 

Punco juga sadar bahwa hasil dari aksinya belum tentu didengar dan terwujud. Namun, ia sangat semangat. Baginya, setidaknya sudah berjuang apapun hasilnya. (PSA/SP)