Pojok Empativ: Ruang Cerita Gratis di Sudut Taman

IMG_8760

Foto: Abie Putra Priwudi

GEMAGAZINE – Setiap Minggu pagi, Winaring menata perlengkapan sederhana di sebuah sudut taman dan membuka Pojok Empativ untuk siapa pun yang butuh bercerita. Kegiatan itu pernah digelar bergantian di Taman Langsat dan Taman Menteng, namun belakangan ia lebih sering menetap di Tebet Eco Park.

“Rata-rata orang tuh enggak punya tempat curhat di dunia nyata. Bahkan rumah yang mereka anggap rumah, belum tentu jadi rumah buat mereka,” jelas Winaring.

Hadirnya Pojok Empativ tidak lahir begitu saja. Winaring membawa pengalaman pribadi, potongan-potongan cerita dari orang yang ia temui, dan kegelisahan yang pelan-pelan tumbuh setiap kali mendengar curhat yang menyangkut di kepala.

Dari obrolan santai bersama beberapa kawan, gagasan sederhana itu lalu diwujudkan menjadi ruang terbuka di taman. Sebuah tempat untuk didengar, bukan dinilai. Perlengkapan yang dibawa memang sederhana, tetapi sengaja dipilih agar suasana terasa aman dan ramah bagi siapa pun. Jadwal resminya biasanya sampai siang, tetapi sesi kerap berlanjut bila ada pengunjung yang masih membutuhkan tempat untuk meredakan isi hati mereka. Winaring memilih untuk menunggu dan memberi ruang daripada memaksa seseorang menutup kata-katanya lebih cepat.

Awal Mula Perjalanan Pojok Empativ

Pojok Empativ berangkat dari pengalaman hidup dan interaksi yang Winaring temui selama 2015–2019. Pada masa itu, ia pernah mendampingi seorang teman yang sedang berada dalam situasi sulit. Saat itu Winaring merasa terlalu cepat menawarkan solusi, tanpa benar-benar memberi ruang untuk mendengarkan. Perasaan bersalah itu terus melekat dan membuatnya mulai memahami bahwa tidak semua orang membutuhkan nasihat, banyak yang hanya butuh ditemani.

“Saya ngerasa bersalah banget. Kenapa di masa-masa terakhir saya lost contact sama beliau, saya masih maksain solusi saya buat dia. Dia ini penderita MDD (Major Depressive Disorder). Rasanya kayak, saya enggak hadir sepenuhnya waktu dia butuh didengar,” ujar Winaring.

Pengalaman tersebut membuat Winaring melakukan refleksi panjang. Dari proses itu, ia memutuskan ingin hadir bukan sebagai pemberi solusi, tetapi sebagai pendengar yang memberi ruang aman bagi siapa saja.

Sejak itu, Winaring dan beberapa rekan mulai mencoba membuka ruang curhat di taman kota. Pada awalnya suasananya masih sepi, dan beberapa pengunjung ragu untuk mendekat karena belum memahami konsepnya. Ada pula yang sempat mengira kegiatan ini berbayar.

Namun, perlahan informasi yang menyebar lewat media sosial membuat lebih banyak orang datang. Mereka datang dari berbagai usia, dari remaja hingga orang dewasa, membawa cerita yang beragam dan berharap menemukan tempat yang mendengar tanpa menghakimi.

Konsep Ruang Aman dan Metode Pendampingan

Pojok Empativ berdiri dengan konsep ruang aman yang sederhana, mudah dijangkau, tidak formal, dan memberikan kenyamanan emosional bagi siapa saja. Winaring membawa spanduk agar mudah dikenali, alas duduk untuk menciptakan kedekatan, tisu, serta bantal bagi mereka yang membutuhkan penyaluran emosi. Pendekatan yang ia gunakan menekankan pendengaran penuh mendampingi, bukan menggurui.

“Kenapa saya pilih bantal? Karena ada orang-orang yang memang butuh peluk bantal supaya dia kuat buat cerita. Ada juga orang-orang yang butuh venting. Venting itu melampiaskan emosi. Misalnya, entah mukul atau teriak ke dalam bantal. Saya sediakan aja bantal, dan tisu,” ungkap Winaring

Winaring percaya suasana taman memberi efek menenangkan yang membantu proses bercerita. Konsep grounding atau earthing menjadi alasan lain mengapa kegiatan ini diselenggarakan di ruang terbuka, karena menurutnya sentuhan alam dapat menetralkan ketegangan emosional.

Respons Masyarakat, Tantangan, dan Energi Pendamping

Respons masyarakat terhadap Pojok Empativ cukup beragam. Ada yang penasaran, ada yang ragu, dan ada pula yang salah paham mengenai biaya sehingga ia memutuskan menjadikannya layanan gratis. Setelah beberapa kesempatan diliput dan tersebar di platform digital, jumlah pengunjung meningkat tajam dan pernah mencapai sembilan orang dalam satu sesi.

“Orang-orang ngelihat ini jadi mikirnya ini berbayar. Tapi setelah satu kali saya coba, akhirnya saya pikir digratiskan aja, gitu,” ujar Winaring.

Mendengar banyak kisah berat tentu membawa tantangan tersendiri. Untuk menjaga energi, Winaring menetapkan batas diri sederhana, seperti tidur lebih awal dan memberi waktu bagi tubuhnya beristirahat setelah sesi intens. Baginya, pendampingan hanya bisa berlangsung ketika dirinya sehat secara emosional.

“Paling saya kalau misalnya pulang dari pojok empatif, itu saya tidur. Tidurnya lebih cepat. Jadi misalnya jam 8 malam itu udah tidur,” jelas Winaring

Winaring juga membuka ruang untuk masukan dari berbagai pihak guna mengembangkan metode pendampingan yang lebih aman serta ramah bagi komunitas.

Rencana Pengembangan dan Pesan untuk Publik

Winaring ke depannya merencanakan pelibatan relawan, penyempurnaan konsep, dan perluasan jangkauan kegiatan agar lebih banyak warga bisa terbantu. Ia mempublikasikan aktivitas Pojok Empativ melalui Instagram, LinkedIn, Threads, dan TikTok sebagai upaya membangun komunitas yang bergerak bahu-membahu untuk kesehatan emosional.

Winaring menaruh kepercayaan besar pada kekuatan mendengar. Menurutnya, manusia sering memilih jalan cepat dengan menghakimi daripada memahami. Dengan hadirnya ruang-ruang kecil seperti Pojok Empativ, ia berharap semakin banyak orang mendapat kesempatan untuk didengar.

“Manusia itu cenderung pengen jalan yang cepat, dan jalan yang cepat adalah menghakimi. Karena memahami butuh empati, butuh keberanian, dan butuh perindahan,” jelas Winaring

Di akhir perbincangan, Winaring mengajak untuk menentukan sendiri makna hidup dan tidak membiarkan lingkungan luar menggiring arah langkah. Baginya, Pojok Empativ adalah bukti kecil bahwa mendengarkan bisa menjadi pintu awal bagi kesejahteraan bersama. 

“Kamu harus jadi hasil dari cara kamu memaknai hidup kamu sendiri,” ujar Winaring.

(NRH/NH)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *