DPR Usulkan RUU Penyadapan Masuk Prolegnas Prioritas 2026

IMG_1853

Foto: Freepik

GEMAGAZINE – Rancangan Undang-Undang Penyadapan (RUU Penyadapan) kembali diusulkan untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2026. Usulan ini mengemuka dalam Rapat Kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang membahas susunan Prolegnas Prioritas tahun depan.

Dalam rapat tersebut, Baleg DPR RI mengevaluasi sejumlah RUU yang sebelumnya masuk daftar Prolegnas 2026. Salah satunya RUU Danantara yang resmi dikeluarkan dari daftar prioritas dan dialihkan ke Prolegnas jangka menengah. Di samping penyesuaian itu, RUU Penyadapan diusulkan masuk ke Prolegnas 2026. 

“Sebagai bagian dari upaya penguatan kerangka hukum nasional, DPR RI juga akan menambahkan satu RUU ke dalam daftar Prolegnas Prioritas 2026. RUU ini adalah tentang penyadapan, yang diusulkan sebagai RUU usul inisiatif Badan Legislasi,” ujar Bob Hasan, Ketua Baleg DPR RI, dilansir Gemagazine dari Baleg DPR RI, Sabtu (29/11/2025).

Selain itu, Bob menyampaikan bahwa Baleg telah membahas RUU ini secara umum. Selanjutnya, pembahasan akan diarahkan secara spesifik pada hukum pidana karena penyadapan berkaitan dengan ranah pidana.

Respon DPR Terkait Aturan Penyadapan dalam RUU KUHAP

Pada 18 November 2025, DPR resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Meskipun baru berlaku pada 2 Januari 2026, rancangan undang-undang tersebut menuai pro dan kontra di masyarakat. 

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa kabar yang menyebut KUHAP baru memberi kewenangan kepada polisi untuk menyadap, membekukan tabungan, serta mengakses jejak digital warga secara sepihak adalah hoaks. Ia juga menampik klaim bahwa polisi dapat menangkap, menggeledah, dan melakukan penahanan tanpa adanya konfirmasi tindak pidana.

“Informasi tersebut di atas adalah hoaks, alias tidak benar sama sekali,” ujar Habiburokhman, dilansir Gemagazine dari situs Antara, Sabtu (29/11/2025).

Dalam RUU KUHAP yang baru, Pasal 136 ayat (1) menyebutkan bahwa penyidik dapat melakukan penyadapan untuk kepentingan penyidikan. Sementara itu, ayat (2) menegaskan bahwa ketentuan mengenai penyadapan akan diatur secara khusus dalam undang-undang tersendiri, yakni melalui UU Penyadapan.

“Pembahasan tentang penyadapan itu belum masuk dalam materi UU (KUHAP) ini. Itu akan dibahas dalam undang-undang tersendiri,” papar Safaruddin, Anggota Komisi III DPR RI, dilansir Gemagazine dari situs Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Sekretariat Jenderal DPR RI, Sabtu (29/11/2025).

Urgensi RUU Penyadapan

Walaupun pengaturan rinci penyadapan akan dibahas terpisah, Pasal 136 RUU KUHAP sudah menyatakan bahwa penyidik dapat melakukan penyadapan. Kondisi ini dikhawatirkan berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang karena belum ada batasan yang jelas.

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyoroti bahwa RUU KUHAP bahkan tidak menjelaskan larangan pemberlakuan penyadapan sebelum UU Penyadapan diterbitkan. Akibatnya, praktik penyadapan berpotensi berjalan tanpa batas dan tanpa kepastian hukum, dilansir Gemagazine dari situs ICJR, Minggu (30/11/2025).

Oleh karena itu, RUU Penyadapan dinilai penting untuk memberikan kepastian hukum dalam praktik penyadapan. Regulasi ini juga diperlukan guna menjaga hak dan privasi setiap warga negara dalam proses penegakan hukum.

“RUU ini mengatur secara komprehensif, tegas, dan akuntabel mengenai praktik penyadapan dalam rangka penegakan hukum dan perlindungan hak privasi warga negara,” jelas Bob Hasan, Ketua Baleg DPR RI, dilansir Gemagazine dari Baleg DPR RI, Minggu (30/11/2025).

(FNH/ASA)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *