RUU Masyarakat Hukum Adat: 16 Tahun Perjuangan Tak Kunjung Tuntas

IMG_1141

Foto: aman.or.id

GEMAGAZINE – Indonesia kaya akan kekayaan suku, bahasa, agama, ras, dan budaya. Hal ini tercermin dalam hadirnya masyarakat adat sebagai pelaku pelestarian budaya di seluruh penjuru nusantara. Namun, kepunahan terhadap bahasa daerah, memudarnya hukum adat dan identitas budaya, serta meluasnya wilayah adat secara sepihak mulai mengancam.

Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat yang menjadi dasar utama atas perlindungan dan hak konstitusional masyarakat adat tak kunjung disetujui. Padahal, RUU tersebut sudah diusulkan ke DPR RI sejak tahun 2009. RUU tersebut juga masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.

“Kalau dalam catatan AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara), prosesnya sudah lebih dari 60 kali dikonsultasikan di tingkat daerah. Tapi proses politiknya mandek di DPR,” ujar Deputi II Sekjen AMAN Bidang Advokasi dan Politik, Erasmus Cahyadi, dilansir Gemagazine dari situs Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Sabtu (9/8/2025).

Kondisi Masyarakat Adat di Indonesia

Sejumlah Kongres Masyarakat Adat mengungkap kegelisahan sosial ekonomi akibat pemerintah dan pihak pemodal yang mengambil alih tanah serta hutan milik adat. Hampir 75% wilayah milik Masyarakat Adat diklaim oleh pemerintah sebagai kawasan hutan.

Hal tersebut membuat 2.596 komunitas Masyarakat Adat hingga kini masih terlibat konflik dengan perusahaan. Kondisi tersebut membuat mereka rentan mengalami kriminalisasi serta risiko kepunahan, dilansir Gemagazine dari situs Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Minggu (10/8/2025).

Catatan Akhir Tahun AMAN 2024 disebutkan setidaknya ada 121 kasus hilangnya 2.824.118,36 hektare wilayah adat di 140 komunitas dari berbagai sektor, mulai dari sektor konsesi pertambangan hingga proyek pariwisata.

Selama 10 tahun terakhir, terdapat 687 konflik agraria yang mengakibatkan lebih dari 925 Masyarakat Adat mengalami diskriminalisasi. Di antaranya 60 orang mengalami tindakan kekerasan dari aparat negara dan 1 orang meninggal dunia, dilansir Gemagazine dari situs Aliansi Masyarakat Adat, Minggu (10/8/2025).

Selain itu, dari hasil pemetaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa terdapat 718 bahasa di Indonesia. Hampir 90% terdapat di wilayah timur Indonesia dan Masyarakat Adat di dalamnya sebagai penutur dan pewaris bahasa tersebut. Hasil kajian kebahasaan tahunan mencatat delapan bahasa daerah punah, lima kritis, 24 terancam punah, 12 mengalami inflamasi, 24 rentan, dan 21 berstatus aman.

Upaya Pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat

Menteri HAM, Natalius Pigai, menyatakan dukungan penuh proses legislasi RUU Masyarakat Adat. Ia juga menegaskan bahwa pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat tersebut merupakan jawaban atas kekosongan hukum yang telah berlangsung sejak lama.

“batang tubuh UUD 1945, ada dua pasal yang secara tegas mengatur soal Masyarakat Adat. Namun, sejak Indonesia Merdeka, belum pernah ada satu pun Undang-Undang yang mengatur secara komprehensif perlindungan, pelestarian, dan penghormatan terhadap Masyarakat Adat,” ungkap Pigai, Menteri HAM, dilansir Gemagazine dari situs AMAN, Senin (11/8/2025).

Landasan konstitusional mengenai pengakuan dan perlindungan hak-hak Masyarakat Adat sudah disebutkan. Diantaranya dalam Pasal 18B ayat (2), Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 28I ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia 1945. Namun, praktik di lapangan masih menunjukkan adanya marginalisasi terhadap hukum adat, sehingga Masyarakat Adat belum memperoleh hak penuh secara adil sebagai warga negara.

“Pasal 28Saya tegaskan bahwa hak-hak tradisional Masyarakat Adat merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia. Maka, sudah seharusnya Kementerian HAM menjadi rumah yang menyambut perjuangan ini,” ujar Abdon Nababan, anggota Tim Substansi Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat, dilansir Gemagazine dari situs Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Senin (11/8/2025).

Pembahasan RUU MHA telah Berlangsung di DPR sejak Tahun 2009

Pada tahun 2014, RUU MHA dibahas dalam panitia khusus dengan nama RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat (PPHMHA). Namun Panitia Khusus tidak dapat menyelesaikannya.

Pada tanggal 9 Maret 2018, Presiden Joko Widodo melalui Kementerian Sekretariat Negara mengeluarkan Surat Perintah Nomor B-186 untuk membentuk tim pemerintah yang membahas RUU Masyarakat Adat bersama DPR.

Berdasarkan hasil Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Badan Musyawarah pada 2 Juli 2018, masa konferensi V memutuskan bahwa RUU MA dibahas Badan Legislasi. Namun, pemerintah tidak menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah kepada DPR.

Pada tahun 2020 RUU MHA kembali masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dengan dukungan dari partai pengusungnya yaitu Nasdem, PDIP, dan PKB. Namun, RUU ini masih menunggu keputusan pimpinan DPR untuk memutuskan dalam Rapat Paripurna. Hingga memasuki tahun 2025, RUU MHA kembali masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas tanpa mendapatkan tindak lanjut.

“Peringatan Hari Kemerdekaan pada bulan Agustus ini sejatinya merupakan momentum pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak seluruh rakyat, termasuk masyarakat adat menjadi paradoks dengan masih terhambatnya pembahasan RUU MHA hingga saat ini,” ujar Lestari Moerdijat, Wakil Ketua MPR RI. Hal tersebut disampaikan dalam diskusi berani Meneguhkan Hak, Merawat Kearifan, Memperkuat Peran Masyarakat Adat di Indonesia Forum Diskusi Denpasar 12, dilansir Gemagazine dari situs ANTARA, Senin (11/8/2025).

Pengesahan RUU Masyarakat Adat penting untuk memastikan investasi di wilayah adat sesuai hukum dan berkeadilan. Tumpang overlay masalah menegaskan urgensi pengesahan RUU karena pengakuan resmi menjadi langkah awal meneguhkan hak, menjaga kearifan lokal, dan memperkuat peran masyarakat adat dalam pelestarian budaya.

“Dengan adanya Undang-Undang Masyarakat Adat ini, kami ingin memastikan perampasan wilayah adat, kriminalisasi berakhir. Dengan begitu, Masyarakat Adat bisa mendapatkan keadilan dan kesejahteraan,” ucap Arman, dilansir Gemagazine dari situs AMAN, Senin (11/8/2025).

(rn/alka)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *