Alif Rizki Ramadan, Difabel yang Menginspirasi Lewat Secangkir Kopi

Foto: Muhammad Nabil
GEMAGAZINE – Ketika mesin espresso mulai dinyalakan, di situlah seorang barista bernama Alif Rizki Ramadan harus bersiap menyapa pelanggan. Dengan mesin kopi sederhana di kafe tempatnya bekerja, tangan Alif tampak lihai menyiapkan dan menyajikan kopi sesuai pesanan.
Di balik setiap gerakan tangan, tersimpan kisah perjuangan yang tak semua orang tahu. Bagi Alif, menjadi barista bukan sekadar meracik minuman, melainkan bentuk keberanian untuk membuktikan diri.
Alif menempuh perjalanan selama satu setengah jam untuk sampai ke tempat ia bekerja dan bertemu Mail, rekan sesama baristanya. Setiap hari, ia berangkat pukul 05.00 pagi dari Citayam dengan KRL lalu dilanjutkan dengan Transjakarta menuju daerah Petojo.
Pria yang akrab dipanggil Alif mengalami keterbatasan pendengaran sejak lahir. Kondisi itu menuntutnya untuk bersekolah di Sekolah Luar Biasa. Sedikit demi sedikit, ia belajar berbicara dan mendengar tanpa alat bantu dengar.
Alif tidak bisa mendengar dari jarak jauh, tetapi ia masih dapat mendengar jika berbicara dari jarak dekat. Meski memiliki keterbatasan, Alif tetap dapat berkomunikasi dengan baik. Ia pandai membaca gerakan bibir dan isyarat seseorang untuk menangkap isi pesan yang disampaikan.
Perjalanan Alif Bekerja di Difabis
Kisah menarik Alif berawal dari masa lalunya sebagai mahasiswa jurusan IT yang memiliki mimpi besar. Sayangnya, keterbatasan ekonomi memaksanya untuk berhenti kuliah dan mengharuskannya untuk bekerja.
Demi menyambung hidup, Alif bekerja di sebuah minimarket selama empat tahun. Tak betah menganggur, setelah tiga bulan berhenti ia melamar di sebuah kafe bernama Kafe Difabis.
Kafe Difabel Bisa (Difabis) adalah wadah inklusi bagi penyandang disabilitas untuk menciptakan kemandirian, kesejahteraan, dan mengembangkan diri dalam dunia kerja. Kafe tempat Alif bekerja dikelola oleh Dharma Wanita Persatuan, Kota Administrasi Jakarta Pusat.
“Kafe Difabis ini adalah salah satu cara kita untuk menjadikan Jakarta Pusat sebagai kota yang inklusif atau setara untuk semua dan memberikan kesempatan yang sama bagi anak-anak yang mempunyai keterbatasan fisik. Mereka mempunyai dorongan dan semangat untuk meningkatkan perekonomiannya dan kita menggali potensi-potensi yang mereka miliki,” ungkap Ibu Witri Yenny Arifin, M.Si., selaku ketua Dharma Wanita Persatuan Kota Administrasi Jakarta Pusat.
Saat pertama kali bekerja sebagai barista, Alif mengaku gugup. Namun, semangatnya jauh lebih besar. Lewat belajar dan bekerja sama dengan tim, ia mampu mengalahkan rasa gugupnya.
“Tantangan saya pertama kali gugup, kenal, belajar bersama tim, tidak boleh mencibir, (harus) senyum, sapa, mampu belajar bahasa isyarat,” kata Alif.
Sebagai seorang barista, Alif menceritakan satu hari yang berkesan baginya. Suatu hari ia kedatangan orang-orang penting yang memesan sampai 25 cangkir. Hanya berdua dengan Mail, rekan kerjanya, mereka harus bahu membahu agar pesanan dapat diselesaikan dengan cepat.
Cita-cita dan Harapan yang Ingin Terwujud
Alif kini memang bekerja sebagai barista, tapi cita-citanya masih sama. Ia ingin melanjutkan kuliah demi sebuah tujuan yang mulia. Menciptakan robot yang dapat melakukan penerjemahan bahasa isyarat untuk membantu komunikasi teman tuli.
Cita-citanya timbul karena masih sedikit masyarakat yang mempelajari bahasa isyarat. Ia berharap agar masyarakat dapat mempelajari bahasa isyarat dan tidak melupakannya.
“Harapan saya adalah menjadi programmer robot untuk belajar menerjemahkan bahasa isyarat, setelah itu saya harap orang-orang di kafe mau menerima teman-teman penyandang disabilitas. jangan ditolak, lihatlah keterampilan atau kemampuan mereka, jangan (hanya) lihat CV, lihat dulu kemampuannya. Harapan saya setara di mencakup teman-teman penyandang disabilitas semua, belajar lagi jangan sampai pemerasan,” jelas Alif.
Alif berpesan agar teman-teman penyandang disabilitas terus belajar dan jangan menyerah. Ia juga berharap semakin banyak lapangan pekerjaan yang menerima penyandang disabilitas, karena mereka juga harus terwakili secara setara.
“Saya harap (masyarakat) belajar bahasa isyarat, terjemahan, (disabilitas) belajar untuk harus bisa bekerja di kafe, komputer dan lain-lain, jangan menyerah, disabilitas (jangan) hanya menganggur,” ungkap Alif.
(cyn)