KumpulBaca: Gerakan Sejam Membaca untuk Literasi yang Merata

GEMAGAZINE – KumpulBaca adalah sebuah komunitas sosial yang lahir pada 3 Februari 2019 dari sudut kecil di Jakarta Barat. Komunitas ini tumbuh membentuk pola berpikir kritis dan berani berpendapat. Berlokasi di Jl. Duri Raya No. 54A, mereka menyiarkan gerakan #SejamMembaca, seruan agar masyarakat menyumbangkan satu jam setiap minggu untuk membaca.
Agenda utamanya dikenal dengan nama Agenda Baca, yakni sesi membaca bersama yang dilakukan setiap pekan, baik secara luring maupun bold. Dalam pelaksanaannya, Agenda Baca juga sering diselingi kegiatan lain, seperti diskusi buku, temu penulis, webinar, podcast, hingga permainan literasi.
Kustin Ayuwuragil selaku co-founder KumpulBaca dan teman-temannya mempunyai niat sederhana, yaitu mencari teman untuk membaca bersama. Namun, setelah mengetahui bahwa masyarakat Indonesia rata-rata membaca kurang dari satu jam per hari, mereka merasa hal ini tak bisa dibiarkan begitu saja.
“Awalnya kami hanya ingin mencari teman membaca. Tapi, setelah melihat hasil studi soal waktu membaca masyarakat Indonesia yang kurang dari satu jam per hari, kami pikir ini bisa jadi gerakan,” ujar Kustin Ayuwuragil,
Kini, KumpulBaca telah berkembang menjadi ruang literasi yang inklusif dan fleksibel. Tujuannya bukan sekadar meningkatkan minat membaca, melainkan untuk menciptakan kebiasaan berpikir mendalam dan berdialog secara sehat.
Ruang Baru untuk Membaca di Tengah Distraksi Digital
Di tengah era digital yang didominasi oleh konten singkat dan kecepatan informasi, kegiatan membaca sering dianggap berat dan membosankan. KumpulBaca mencoba menjawab tantangan itu dengan mengubah cara orang melihat aktivitas membaca. Mereka ingin membuat membaca kembali terasa ringan, menyenangkan, dan bisa dinikmati secara sosial.
Kegiatan Agenda Baca dirancang sangat terbuka dan fleksibel. Kamu hanya perlu membawa buku favorit, datang ke lokasi, dan membaca bersama selama satu jam. Setelah itu, sesi dilanjutkan dengan diskusi yang membuka ruang tukar pikiran tanpa batas.
“Kita pengen bikin kegiatan baca yang seru, nggak satu arah, dan bisa mengundang teman-teman muda untuk ngobrol. Kita juga sering undang narasumber, penulis, atau orang-orang dari industri buku,” ujar Ayu.
Kegiatan seperti ini ternyata berhasil menarik peserta baru, termasuk mereka yang sebelumnya jarang membaca. Selain memudahkan akses, komunitas ini juga sangat memperhatikan inklusivitas bacaan. Hal ini menjadikan KumpulBaca menjadi tempat yang nyaman bagi pembaca dari berbagai latar belakang.
“Ada yang suka fiksi, nonfiksi, buku masak, sejarah, sampai politik. Kita tidak pernah membatasi. Semua orang dengan bacaan apa pun bisa datang dan berbagi,” jelasnya.
Dari Jakarta hingga Sudut Lampung: Literasi yang Tak Lagi Terbatas
Saat awal berdiri, KumpulBaca hanya aktif di Jakarta. Namun, saat pandemi justru memperluas jangkauan mereka. Kegiatan daring yang dijalankan selama masa pembatasan sosial membuka peluang bagi pembaca dari luar daerah untuk ikut serta. Kini, komunitas ini tidak hanya hadir di Jabodetabek, tetapi juga memiliki cabang aktif di Bandar Lampung.
“Kita sempat nggak kepikiran buat ekspansi, karena niat awalnya memang hanya pengen kumpul dan baca bareng. Tapi saat pandemi, kita harus adaptasi. Dari situ malah makin banyak teman baca dari luar Jakarta,” cerita Ayu.
Melihat antusiasme itu, mereka kini mengembangkan program KumpulBaca di mana saja agar komunitas bisa tumbuh secara mandiri di kota-kota lain. Kegiatan bisa dilakukan di berbagai tempat, seperti taman kota, kedai kopi hingga ruang terbuka publik. Saat ini, KumpulBaca sedang menyiapkan open recruitment untuk memperluas jaringan lokal.
“Kotanya belum bisa kami spill, tapi pastinya akan menyasar luar Jakarta dan luar Jawa,” tambahnya.
Melalui pendekatan ini, KumpulBaca berhasil membuktikan bahwa kegiatan literasi tidak harus bersifat eksklusif. Dengan dukungan komunitas dan pendekatan santai, membaca dapat dinikmati siapa saja tanpa harus merasa takut dinilai atau tidak cukup pintar.
Mimpi Besar dari Komunitas Kecil: Menuju Industri Buku yang Lebih Hidup
Meski awalnya dari komunitas kecil, KumpulBaca punya visi besar. Mereka ingin menjembatani komunitas pembaca dengan industri buku melalui konsep social entrepreneurship. Dalam skema ini, komunitas tidak hanya menjadi konsumen buku, tetapi juga terlibat dalam pergerakan industri melalui riset, promosi, dan pengembangan program.
“Kita pengen jadi jembatan antara pembaca dan pelaku industri buku. Komunitas bisa bantu distribusi, promosi, bahkan jadi ruang uji coba ide baru di dunia literasi,” ujar Ayu.
Salah satu target jangka panjang mereka adalah menciptakan 19 lapangan kerja dari ekosistem buku yang digerakkan komunitas. Harapannya, komunitas bisa menjadi motor penggerak ekonomi kreatif berbasis literasi. Mereka juga ingin membuktikan bahwa kecintaan pada buku bisa membuka peluang nyata bagi generasi muda.
Tak hanya itu, KumpulBaca juga sedang menyusun riset tentang tantangan membaca di kalangan anak muda. Mereka ingin tahu, apakah masalah utamanya adalah akses, distraksi digital, atau kurangnya dukungan lingkungan.
“Kita pengen tahu akar persoalannya, supaya bisa bikin program yang lebih relevan,” katanya.
Tagline mereka, “Merdeka dalam Pikiran dan Perbuatan”, bukan sekadar slogan. Ini adalah semangat yang dibawa setiap kali membaca. Membaca bukan hanya soal menyerap kata, melainkan memahami pilihan, menyadari dampak, dan mengambil sikap.
“Kami ingin generasi muda Indonesia jadi generasi yang merdeka dalam pikiran dan perbuatan. Dan itu bisa dimulai dari satu jam membaca,” pungkasnya.
Bukan Cuma Buku, melainkan Pertemuan, Percakapan, dan Pertemanan
Setiap sesi baca membawa cerita dan pengalaman yang unik. Peserta tidak hanya membaca, tetapi juga mengenal orang-orang baru, memperluas pandangan, dan memperkuat identitas sebagai pembaca. Banyak peserta yang akhirnya bertumbuh secara sosial setelah beberapa kali ikut.
Reza Firmansyah, anggota aktif sejak 2019 yang kini mengelola acara komunitas, menyebut atmosfer KumpulBaca sebagai ruang yang selalu menyenangkan. Ia percaya diskusi yang cair membuat anggota lebih mudah terbuka dan saling belajar. Baginya, KumpulBaca bukan sekadar komunitas, melainkan juga tempat tumbuh bersama melalui bacaan.
“Teman-temannya asik dan buku yang dibaca selalu berbeda. Tapi yang paling menarik justru perspektif orang-orang yang membaca. Itu yang membuat setiap pertemuan selalu baru,” katanya.
Pengalaman pertama juga datang dari Maftuh Isa, peserta yang dulunya bekerja sebagai petugas layanan halte di perusahaan transportasi umum, TransJakarta. Ia menemukan KumpulBaca dari Instagram dan langsung tertarik untuk ikut sesi bedah buku.
“Estetik banget tempatnya. Aku bisa fokus baca puluhan halaman, beda sama di rumah yang kadang disuruh nyuci piring,” jelasnya.
Menurutnya, buku bukan sekedar sumber pengetahuan, melainkan juga alat yang penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap berbagai isu. Ia menyayangkan masih banyak pelajar saat ini yang tidak terbiasa membaca.
Isa berharap KumpulBaca dapat terus berkembang dan menjangkau lebih banyak wilayah. Menurutnya, komunitas seperti ini bisa menjadi jembatan agar literasi kembali ada dan lebih akrab di masyarakat tengah.
(izni)