Fenomena Brain Rot di Kalangan Generasi Muda
Foto: Shalsabilla Putri
GEMAGAZINE – Media sosial kini menjadi bagian yang tidak bisa terpisahkan di kalangan anak muda. Setiap kali merasa bosan, tanpa disadari kita mulai membuka ponsel dan menikmati beragam konten yang tersedia di dalamnya. Sayangnya, tidak semua konten yang dikonsumsi berkualitas.
Kebiasaan mengonsumsi konten-konten receh tanpa nilai edukatif atau informasi yang bermanfaat dapat berdampak negatif pada kecerdasan dan kondisi mental. Fenomena ini dikenal sebagai Brain Rot yang secara harfiah berarti “Pembusukan Otak”. Istilah ini mewakili penurunan fungsi kognitif akibat gaya hidup modern yang bergantung pada teknologi, dilansir Gemagazine dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Senin (23/06/2025).
Menariknya, istilah Brain Rot dinobatkan sebagai “Oxford Word of the Year 2024” setelah memperoleh suara terbanyak dalam pemilu yang melibatkan lebih dari 37 ribu partisipan. Istilah ini pertama kali populer di media sosial, terutama TikTok di kalangan Generasi Z dan Generasi Alpha untuk menyebut konten viral yang konyol dan aneh. Seiring waktu, Brain Rot menjadi bagian dari perbincangan serius dampak negatif konsumsi konten tersebut, dilansir Gemagazine dari situs resmi Oxford, Senin (23/06/2025).
Dampak Brain Rot terhadap Kualitas Generasi Muda
Fenomena Brain Rot yang muncul akibat konsumsi konten berulang tanpa nilai informatif mulai berdampak nyata pada kualitas hidup di kalangan generasi muda. Ketika otak terus terpapar oleh konten singkat dan humor aneh tanpa makna, kemampuan konsentrasi jangka panjang pun menurun sehingga sulit fokus dalam waktu lama. Dampaknya terlihat pada aktivitas, seperti belajar, membaca, dan menyelesaikan tugas yang membutuhkan perhatian penuh.
Fenomena Brain Rot juga berdampak pada lemahnya kemampuan berpikir kritis dan mendalam. Ketika kamu terbiasa mengonsumsi konten yang kurang sehat dari media sosial, otak menjadi kurang terlatih untuk berpikir secara mendalam karena terbiasa memproses informasi dalam potongan kecil. Hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam memahami informasi secara utuh dan mempengaruhi pengambilan keputusan yang sering kali tidak matang serta kurang pertimbangan rasional.
Dampak negatif Brain Rot juga dapat dirasakan secara emosional dan lebih rentan terjadi pada remaja. Penggunaan media sosial lebih dari tiga jam per hari berpotensi memicu gangguan psikologis, seperti kecemasan, depresi, hingga rasa tidak aman dari lingkungan sosial. Oleh karena itu, fenomena ini perlu dicegah agar generasi muda, khususnya anak-anak dan remaja, terhindar dari kondisi tersebut.
Upaya mencegah Risiko terkena Busuk Otak
Langkah utama yang dapat dilakukan untuk mencegah risiko Brain Rot adalah mengatur waktu penggunaan media sosial dengan mengatur batasan waktu layar. Anak usia 2–5 tahun sebaiknya tidak menghabiskan waktu di depan layar lebih dari 1–2 jam per hari. Sementara itu, anak di bawah usia 2 tahun sangat disarankan untuk tidak terpapar layar sama sekali.
Selain itu, disarankan untuk tidak menggunakan perangkat elektronik setidaknya satu jam sebelum tidur agar tubuh dapat beristirahat secara optimal. Penggunaan ponsel atau perangkat digital menjelang tidur sebaiknya dihindari karena cahaya layar dapat mengganggu ritme sirkadian dan menurunkan kualitas tidur. Tidur yang cukup berpengaruh besar terhadap kesehatan mental, kemampuan berpikir, dan keseimbangan emosional, terutama bagi remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan.
Upaya lain yang tidak kalah pentingnya, generasi muda perlu lebih banyak melakukan aktivitas fisik dan interaksi sosial di dunia nyata. Kegiatan seperti berolahraga, berbincang-bincang, atau sekedar bersantai bersama orang terdekat dapat membantu menjaga kesehatan psikologis dan fungsi otak. Kegiatan tersebut juga mampu meningkatkan kemampuan bersosialisasi dan membangun hubungan interpersonal yang positif, dilansir Gemagazine dari ANTARA News, Selasa (24/06/2025).
Selektif dalam Mengonsumsi Konten Digital
Konten digital pada dasarnya tidak selalu berdampak buruk. Jenis-jenis konten dengan tayangan yang bersifat edukatif dan inspiratif masih dapat ditemukan di internet atau media sosial. Jika dimanfaatkan secara tepat, konten tersebut dapat memperluas wawasan dan mendukung proses belajar.
Namun, dampaknya bisa berbeda jika pengguna lebih sering mengonsumsi konten digital berkualitas rendah, seperti meme atau video singkat tanpa makna. Jika dilakukan terus-menerus, risiko terkena Brain Rot akan meningkat. Oleh karena itu, penting bagi pengguna, terutama generasi muda, untuk mengambil tindakan yang bijak, kritis, dan menyelaraskan dalam memilih konten yang dikonsumsi.
Menumbuhkan kebiasaan memilah konten dan mengelola waktu penggunaan media sosial merupakan langkah pencegahan yang perlu diterapkan sejak dini. Selain menjaga kesehatan kognitif otak, kebiasaan ini dapat membantu menciptakan keseimbangan antara kehidupan nyata dan dunia maya. Dengan sikap yang tepat, konten-konten dalam media sosial tersebut dapat menjadi sarana yang bermanfaat bagi generasi muda untuk terus berkembang.
Fenomena Brain Rot mengingatkan kita akan pentingnya bijak dalam mengonsumsi konten digital. Terlalu sering terpapar konten yang dipublikasikan dapat menurunkan konsentrasi, kemampuan berpikir, dan kesehatan mental. Oleh karena itu, pengguna perlu membatasi waktu layar dan memilih konten yang bermanfaat.
(pk/nh)